Malnutrisi: Masalah Utama pada Anak

Tumbuh Kembang

Stunting merupakan satu dari masalah malnutrisi yang ada di Indonesia. Masalah malnutrisi lain yang ada di Indonesia adalah defisiensi energi dan proteindefisiensi zat mikro, serta kelebihan energi. Apabila tidak diatasi secara menyeluruh, masalah malnutrisi ini akan menimbulkan peningkatan angka penyakit tidak menular di Indonesia secara terus – menerus. Masalah nutrisi yang berjumlah lebih dari satu dinamakan beban ganda.

Beban Ganda Malnutrisi

Beban ganda dapat timbul akibat perubahan dari pola konsumsi dan asupan masyarakat, serta sebagai akibat dari masalah malnutrisi sebelumnya. Sebagai contoh, generasi yang mengalami stunting berisiko tinggi mengalami masalah kesehatan seperti obesitas, diabetes melitus dan penyakit jantung saat dewasa. Sehingga, apabila stunting tidak dicegah, akan timbul masalah nurisi yang lain dalam jangka panjang.

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, Indonesia mengalami beban ganda gizi sebagai berikut:

  1. Gizi buruk dan gizi kurang sebanyak 17,7 %
  2. Stunting berjumlah 30,8 % (per tahun 2019, turun menjadi 27,7%)
  3. Anemia pada ibu hamil berjumlah 48,9%
  4. Gizi lebih pada balita sekitar 8%
  5. Gizi lebih penduduk usia > 18 tahun berjumlah 28,9%

Beban ganda gizi seperti yang telah disebutkan diatas menimbulkan peningkatan angka penyakit tidak menular. Di saat yang bersamaan, angka penyakit menular yang berpotensi menimbulkan kurang gizi dan stunting juga meningkat.

Penanganan Stunting

Terdapat 8 prioritas Program Gizi yang telah ditetapkan sebagai strategi nasional percepatan pencegahan anak kerdil (stunting), yaitu:

  1. Suplementasi Tablet Tambah Darah untuk remaja dan wanita usia subur
  2. Suplementasi Tablet Tambah Darah untuk ibu hamil
  3. Pemberian Makanan Tambahan untuk ibu hamil dengan Kekurangan Energi Kronik (KEK)
  4. Promosi dan Konseling Menyusui
  5. Promosi dan Konseling Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA)
  6. Tata Laksana Gizi Buruk
  7. Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan bagi balita kurus
  8. Pemantauan dan Promosi Pertumbuhan

Bersama dengan masalah nutrisi lainnya, stunting ditangani melalui program penanggulangan masalah gizi. Hal ini meliputi Pola Asuh, Pola Makan, Air Bersih dan Sanitasi, serta Aktivitas Fisik.

Pola asuh

Pola pengasuhan yang berkualitas mampu menekan dan mengurangi kasus stunting atau kekerdilan akibat kekurangan gizi pada anak-anak usia dini.

Berdasarkan situs Kemkes RI, berikut adalah langkah-langkah penerapan pola asuh yang dapat diterapkan dalam mencegah terjadinya stunting:

Penanganan Pada Remaja

pola asuh untuk mencegah stunting dimulai dari edukasi tentang kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal bakal keluarga, hingga para calon ibu memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin, serta memeriksakan kandungan empat kali selama kehamilan. Selain itu, perlu diadakan pemberian tablet tambah darah (TTD) sesuai 8 prioritas Program Gizi.

Penanganan Pada Ibu Hamil dan Menyusui

Edukasi pada ibu hamil dan menyusui sangat penting, karena termasuk kedalam “window of opportunity” penanganan masalah gizi. Masa kehamilan dan menyusui termasuk kedalam 1000 hari pertama kehidupan, sehingga pencegahan dan penanganan masalah gizi pada masa ini sangat berpengaruh dalam pencegahan stunting.

Penanganan pada ibu hamil dan menyusui meliputi

  • Persalinan di fasilitas kesehatan
  • Melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan upaya agar bayi mendapat colostrum air susu ibu (ASI)
  • Memberikan hanya ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan (ASI Eksklusif)
  • Melanjutkan ASI sampai usia 2 tahun, dengan memberikan makanan pendamping ASI
  • Memantau tumbuh kembangnya dengan membawa anak ke Posyandu setiap bulan

Selain penanganan pada persalinan dan proses menyusui, anak juga perlu mendapatkan kekebalan dari penyakit berbahaya melalui imunisasi yang telah dijamin ketersediaan dan keamanannya oleh pemerintah. Imunisasi bermanfaat untuk mencegah anak terjangkit penyakit infeksi, yang masuk kedalam penyebab utama stunting berdasarkan UNICEF.

Pola Makan

Asupan makanan sangat penting dalam menentukan status gizi anak dan orang dewasa. Pengetahuan dasar mengenai gizi diperlukan dalam keluarga agar asupan makanan disediakan dalam jumlah dan jenis yang seimbang, serta mampu menyediakan kebutuhan nutrisi baik makro dan mikro secara seimbang (tidak kurang dan tidak berlebihan).

Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam.

Istilah “Isi Piringku” dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Isi Piringku merupakan penyederhanaan dari Piramida Makanan yang telah diperkenalkan sebelumnya. Gambaran piring dengan pembagian yang jelas untuk makanan pokok, protein, sayuran dan buah – buahan lebih mudah untuk diingat dan diterapkan oleh keluarga.

Aturan pembagian makanan dalam ‘Isi Piringku’ secara umum adalah sebagai berikut:

  • Setengah porsi piring makan, terdiri dari sayur dan buah-buahan dengan beragam jenis dan warna.
  • Seperempat piring makan diisi dengan protein. Bisa diisi ikan, ayam atau kacang-kacangan. Batasi konsumsi daging merah ataupun daging olahan.
  • Seperempat piring makan dipenuhi dengan karbohidrat dari biji-bijian utuh, nasi merah, gandum utuh, atau pasta. Hati-hati dalam pemilihan sumber karbo, misalnya roti atau beras putih karena kandungan gulanya tergolong tinggi.
  • Lengkapi dengan sedikit minyak sehat, seperti minyak zaitun, minyak kedelai, minyak jagung, dan minyak kanola. Sebaiknya hindari minyak yang mengandung lemak jenuh atau kolesterol tinggi.
  • Konsumsi air putih yang cukup, namun batasi susu serta produk turunannya. Batasi konsumsi susu hingga 2 gelas per hari, jus sekitar satu gelas per hari, dan hindari minuman dengan kandungan gula tinggi.

Isi Piringku Untuk Anak

Meski panduan ‘Isi piringku’ ini dapat diterapkan pada hampir semua kalangan, namun tidak untuk anak-anak di bawah usia 2 tahun karena mereka membutuhkan asupan nutrisi berbeda. Asupan nutrisi yang tidak sesuai bisa menimbulkan malnutrisi, baik berupa kekurangan nurisi seperti stunting, atau gizi berlebih (kegemukan).

Berikut panduan Isi Piringku untuk anak-anak:

Baduta (1-2 tahun)

Anak di atas 1 tahun umumnya sudah boleh diberi makanan keluarga. Ada sejumlah aturan pemberian makan untuk anak usia 12-24 bulan, yaitu:

  • Hindari memberikan makanan yang dapat mengganggu organ pencernaan, seperti makanan terlalu berbumbu tajam, pedas, terlalu asam atau berlemak.
  • Berikan makanan yang bisa dipegang (finger snack) misalnya potongan sayuran rebus atau buah untuk melatih keterampilan dalam memegang makanan sekaligus merangsang pertumbuhan gigi.
  • Pemberian ASI masih tetap diteruskan sampai anak berumur dua tahun.

Ibu juga harus memperhatikan frekuensi pemberian makan untuk anak, yaitu 3-4 kali sehari makanan keluarga + 1-2 kali sehari makanan selingan atau bergantung pada nafsu makan anak + pemberian ASI. Jumlah setiap kali makan adalah semangkuk penuh berukuran 250 ml.

Batita (2-3 tahun)

Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) Indonesia tahun 2013, anak usia 2-3 tahun membutuhkan 1125 kilo kalori. Kebutuhan kalori tersebut dibagi menjadi 5 kali makan dengan pembagian 2 kali snack (rata-rata 100-150 kilo kalori setiap makan snack) dan 3 kali makan besar.

Untuk mencegah malnutrisi, anak usia 2-3 tahun setiap makan besar harus menghabiskan sekitar 300 kilo kalori dan 100 kilo kalori camilan.

Berikut ini contoh menu yang bisa diberikan untuk anak 2-3 tahun dalam 1 porsi makan besar dan snacknya:

  • Karbohidrat, bisa berupa nasi 5-6 sendok makan atau roti tawar 1 lembar. Protein berupa setengah potong ayam ukuran sedang atau daging sapi giling 2-5 sendok makan.
  • Untuk sayur, berikan brokoli 2-3 sendok makan atau jagung manis 2 sendok makan, untuk buah berikan apel setengah ukuran sedang atau pisang 1 ukuran sedang. Untuk susu atau produk turunannya, berikan susu 1 gelas atau yogurt 1 gelas kecil.
  • Sedangkan untuk snack berikan biskuit 3 keping sedang atau cokelat 2-4 potong.

Air Bersih dan Sanitasi (serta Higienitas)

Air Bersih

Sumber air minum tidak lepas dari kualitas fisik air minum. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum, air minum yang aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologi, kimiawi dan radioaktif. Parameter yang digunakan untuk melihat kualitas fisik air yang baik yaitu memenuhi syarat tidak keruh tidak berasa, tidak berbau dan tidak berwarna. Penelitian sebelumya oleh Sukoco dkk, menyatakan bahwa lebih banyak 52,6% balita stunting dengan kualitas fisik air yang buruk menurut persyaratan kesehatan kualitas air minum yang ditetapkan Kemenkes.

Air bersih sangat penting untuk mencegah penyakit infeksi, terutama penyakit yang diakibatkan kurangnya kebersihan dan akses air bersih seperti diare dan cacingan. Menurut UNICEF, diare merupakan penyakit yang menimbulkan kematian pada anak usia dibawah 5 tahun setelah pneumonia dan malaria. Sementara itu, cacingan dapat menghambat penyerapan nutrisi dan anemia, yang berakibat malnutrisi (kurang gizi) hingga stunting.

Sanitasi

Sanitasi merupakan perilaku yang mencegah manusia untuk bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Sanitasi yang buruk juga merupakan faktor yang dapat menyebabkan stunting terkait dengan kemungkinan munculnya penyakit infeksi. Jamban sehat adalah sarana pembuangan feses yang baik untuk menghentikan mata rantai penyebaran penyakit. Jamban yang memenuhi persyaratan kesehatan tidak menyebabkan terjadinya penyebaran langsung akibat kotoran manusia dan dapat mencegah vector pembawa penyakit pada pengguna jamban maupun lingkungan sekitarnya.

Higienitas

Higienitas merupakan perilaku hidup bersih untuk menjaga kesehatan dan mencegah penyebaran penyakit. Faktor higienitas yaitu kebiasaan cuci tangan juga merupakan faktor risiko stunting pada tingkat rumah tangga. Mencuci tangan dengan sabun adalah suatu aktivitas higiene yaitu kegiatan membersihkan tangan dengan air mengalir dan sabun agar bersih dan dapat memutus mata rantai kuman. Kementerian Kesehatan RI telah menetapkan waktu penting untuk cuci tangan pakai sabun sehingga menjadi kebiasaan, yaitu sebelum makan, sebelum mengolah dan menghidangkan makanan, sebelum menyusui, sebelum memberi makan bayi/ balita, sehabis buang air besar/ kecil, setelah kontak dengan hewan.

Upaya Penyediaan

Upaya untuk menyediakan sarana air bersih dan sanitasi baik di pedesaan maupun di perkotaan dilakukan antara lain melalui program Penyediaan Air minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) dan Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).

Menurut sumber, PAMSIMAS bertujuan untuk

  • Meningkatkan praktik hidup bersih dan sehat di masyarakat
  • Meningkatkan jumlah masyarakat yang memiliki akses air minum dan sanitasi yang berkelanjutan
  • Meningkatkan kapasitas masyarakat dan kelembagaan lokal (pemerintah daerah maupun masyarakat) dalam penyelenggaraan layanan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat
  • Meningkatkan efektifitas dan kesinambungan jangka panjang pembangunan sarana dan prasarana air minum dan sanitasi berbasis masyarakat.

Sementara itu, Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) bertujuan untuk mengubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan dengan metode pemicuan. Lima pilar dalam STBM adalah

  • Stop Buang Air Besar Sembarangan
  • Cuci Tangan Pakai Sabun
  • Pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga
  • Pengelolaan sampah rumah tangga
  • Pengelolaan limbah cair rumah tangga

Aktivitas Fisik

Anak-anak dengan konsumsi nutrisi dan kalori yang rendah diasumsikan tidak mempunyai aktivitas yang banyak karena mereka tidak mempunyai energi yang cukup untuk beraktivitas. Akibatnya, kepadatan tulang anak penderita stunting akan berkurang. Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa anak dengan stunting berisiko terkena osteoporosis saat dewasa.

Aktivitas fisik juga membantu anak untuk menjadi lapar. Saat anak lapar, akan lebih mudah untuk membuat anak mengonsumsi makanan bergizi dan seimbang dalam jumlah yang cukup. Aktivitas fisik juga merangsang pertumbuhan dan metabolisme anak, serta mencegah kegemukan. Dari sini bisa disimpulkan bahwa, aktivitas fisik sangat penting untuk menekan angka kejadian malnutrisi.

Aktivitas fisik pada anak dapat dilakukan dengan berolahraga secara teratur baik di lingkungan sekolah, maupun di rumah. Aktivitas fisik sebaiknya dilakukan secara teratur agar memberikan hasil yang optimal, dan membentuk kebiasaan pola hidup sehat pada anak yang terbawa hingga dewasa.

Kesimpulan

Malnutrisi merupakan masalah gizi yang dapat menimbulkan kerugian baik kepada individu, keluarga, dan juga negara. Mencegah malnutrisi lebih baik daripada mengatasi kasus malnutrisi yang terlanjur terjadi. Peran dan kerjasama antara individu, keluarga, masyarakat, dan pemerintah sangat diperlukan agar malnutrisi dapat dicegah secara menyeluruh dan komprehensif. Sehingga, anak – anak Indonesia bisa bebas malnutrisi dan mengembangakan potensinya masing – masing.

Related Articles

Responses

Your email address will not be published. Required fields are marked *